Archaeology and Conspiracy

Monday, April 20, 2009

Alien dalam Al Quran

Ada beberapa petikan ayat dalam al Qur-an yang menyatakan bahwa manusia tak hidup sendirian di jagat raya ini, silahkan di simak.


Dan diantara ayat-ayatNya adalah menciptakan langit dan bumi
Dan makhluk-makhluk hidup yang Dia sebarkan pada keduanya.
Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.
(QS. 42:29)

Kepada Allah sajalah bersujud semua makhluk hidup yang berada di langit dan di bumi dan para malaikat, sedang mereka /malaikat/ tidak menyombongkan diri. (QS. 16:49)

Tasbih bagiNya planet-planet, bumi dan semua yang ada di dalamnya. Bahwa mereka itu hanya tasbih dengan memuji Dia, tetapi kamu tidak mengerti caranya mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. 17:44)

Hai manusia ! Sembahlah Tuhan-mu yang telah menjadikan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu terpelihara.
(QS. 2:21)

Makhluk-makhluk yang ada diplanet dan bumi memerlukan Dia, setiap waktu Dia dalam kesibukan.
(QS. 55:29)

Tidak ada satu makhlukpun diplanet dan di bumi, kecuali akan datang kepada Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. (QS. 19:93)

Allah lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.
Perintah /hukum-hukum/ Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
(QS. 65:12)

Dan Allah telah menciptakan semua jenis makhluk hidup dari Almaa', diantara mereka ada yang berjalan atas perutnya /melata/, dan dari mereka ada yang berjalan atas dua kaki /manusia/ serta dari mereka ada yang atas empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, karena sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
(QS. 24:45)

"Hai anakku, sekiranya ada seberat biji sawi yang berada dalam batu karang yang besar atau di planet ataupun didalam bumi ini, Allah akan menunjukkannya. Sungguh, Allah itu Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS. 31:16)

Tidakkah kamu perhatikan bahwa Allah telah mengedarkan untukmu apa yang diplanet dan apa yang di bumi serta menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin ? Dan di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (QS. 31:20)

Katakanlah: "Serulah mereka yang kamu anggap selain Allah ! Tidaklah mereka memiliki seberat zarrahpun diplanet dan tidak pula di bumi ini, karena mereka tidak bersekutu pada keduanya dan tiada mereka sebagai pembantu bagiNya". (QS. 34:22)

Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, hal yang ditentukan dan hal yang ditumpangkan. Sungguh telah Kami jelaskan pertanda-pertanda Kami kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. 6:98)

sumber: http://hq-advanced.blogspot.com/2008/08/alien-dalam-al-quran.html

Wednesday, March 18, 2009

Kaum 'Ad : Atlantis di Padang Pasir

Reruntuhan dari kota tersebut karena terkubur dibawah gurun pasair yang sangat dalam.

Dalam Alquran, terdapat sejumlah cerita yang mengisahkan kehancuran beberapa kaum (umat) karena tidak mau beriman kepada Allah. Di antaranya, kaum 'Ad (zaman Nabi Hud), umat Nabi Nuh, Tsamud (di zaman Nabi Saleh), Madyan (Nabi Syu'aib), dan kaum Ibrahim.

Pada kesempatan ini, Republika mencoba menurunkan laporan tentang kehancuran salah satu bangsa itu, yaitu kaum 'Ad serta di manakah dulunya keberadaan kaum (bangsa) tersebut.

Dalam Alquran, dijelaskan bahwa kehancuran kaum Nabi Hud ini disebabkan oleh angin (topan) yang lebat dan berlangsung selama tujuh malam delapan hari (QS Alhaaqqah: 6-8).

Hancurnya kaum yang durhaka kepada Allah SWT dan mendustakan Nabi Hud ini rupanya mengusik perhatian para peneliti untuk menguak kembali keberadaan dan sisa-sisa bangsa 'Ad ini.

Dalam berbagai upaya yang dilakukan, sejumlah peneliti mulai menemukan tanda-tanda sebagian umat terdahulu ini. Tahun 1990, beberapa koran terkemuka di dunia melaporkan temuan salah seorang peneliti yang bernama Nicholas Clapp, seorang arkeolog. Dalam sejumlah media itu, diberitakan keberadaan kaum 'Ad ini dengan headline besar. Seperti dikutip situs www.islamicity.com, berita-berita tersebut di antaranya menulis Fabled Lost Arabian City Found (Kota Legenda Arabia yang Hilang Telah Ditemukan), ada pula yang menuliskan Arabian City of Legend Found (Kota Legenda Arabia Ditemukan), dan The Atlantis of the Sands, Ubar (Ubar, Atlantis di Padang Pasir), dan sebagainya.

Penelitiannya tentang sejarah Arab merujuk pada Alquran dan karya peneliti Inggris yang bernama Bertram Thomas dengan judul Arabia Felix. Arabia Felix adalah sebuah ungkapan yang diberikan penguasa Romawi untuk bagian selatan semenanjung Arabia yang berarti Arabia yang beruntung. Dinamakan demikian karena keberadaan dan letaknya yang sangat strategis telah menjadi perantara dalam perdagangan rempah-rempah antara India dan tempat-tempat di utara semenanjung Arab. Dan, orang-orang yang tinggal di daerah ini mampu memproduksi dan mendistribusikan frankincense (seperti gaharu--Red), sejenis getah wangi dari pohon yang sangat langka. Tanaman tersebut digunakan sebagai dupa dalam berbagai ritus keagamaan. Dan, harga tanaman ini pada saat itu sebanding dengan emas.

Dari ayat Alquran dan buku karangan Thomas ini, Nicholas Clapp menelusuri jejak sebuah kota kuno di bagian selatan semenanjung Arabia (termasuk Yaman dan Oman) bernama Ubar yang disebutkan dalam dongeng Suku Badui.

Dalam Alquran, kejadian atau peristiwa yang menghancurkan kaum 'Ad ini terjadi di Iram, salah satu kota di semenanjung Arabia. Setelah lokasi kota legendaris yang menjadi subjek cerita dongeng Suku Badui ini diketemukan, penggalian dilakukan untuk mengangkat peninggalan dari sebuah kota yang berada di bawah gurun pasir. Dari sini, kemudian ditemukan sejumlah bekas reruntuhan yang diyakini merupakan pilar-pilar dari bangunan menara yang dahulunya dimiliki kaum 'Ad dan Iram sebagaimana disebutkan dalam surat Alfajr ayat 6-8.

''Apakah kamu tidak memerhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Ad? (Yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan tinggi. Yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lainnya.'' (QS Alfajr: 6-8).

Berdasarkan keterangan dan data-data empirik tersebut, Clapp mencoba dua jalan untuk membuktikan keberadaan Ubar. Pertama, ia menemukan bahwa jalan-jalan yang dikatakan oleh Suku Badui benar-benar ada. Ia meminta kepada NASA (Badan Luar Angkasa Nasional Amerika Serikat) untuk menyediakan foto atau citra satelit dari daerah tersebut. Setelah melalui perjuangan yang panjang, ia pun berhasil membujuk pihak yang berwenang untuk memotret daerah tersebut.

Selanjutnya, Clapp mempelajari naskah dan peta-peta kuno di Perpustakan Huntington di California untuk menemukan peta dari daerah tersebut. Ia berhasil menemukan sebuah peta yang digambar oleh Ptolomeus, seorang ahli geografi Yunani Mesir dari tahun 200 M. Dalam peta ini, ditunjukkan letak dari kota tua yang ditemukan di daerah tersebut dan jalan-jalan yang menuju kota tersebut.

Bahkan, hasil foto satelit NASA ditunjukkan adanya jejak kafilah yang tidak mungkin dikenali dengan mata telanjang. Setelah membandingkan gambar dari satelit dengan peta tua, akhirnya Clapp berkesimpulan bahwa jejak-jejak dalam peta tua berhubungan erat dengan gambar satelit. Lalu, ia mencari jejak peninggalan sejarah yang ada di daerah itu, yaitu sebuah kota sebagaimana dongeng Suku Badui.

Dari penelitian yang dilakukan Clapp dan gambar-gambar satelit, akhirnya ia berkesimpulan bahwa Ubar adalah kota tempat kaum 'Ad bermukim. Apalagi, setelah dilakukan penggalian, kota itu tampak berada di bawah pasir sedalam 12 meter. Yang lebih mengesankan lagi bagi Clapp, sisa-sisa peninggalan kaum 'Ad ini berupa pilar-pilar bangunan yang tinggi, sebagaimana diisyaratkan Alquran.

Dr Zarins, seorang anggota tim penelitian yang memimpin penggalian, mengatakan bahwa selama menara-menara itu dianggap sebagai unsur yang menunjukkan kekhasan Kota Ubar dan selama Iram disebutkan mempunyai menara-menara atau tiang-tiang, maka sejauh ini hal itu merupakan bukti terkuat bahwa peninggalan sejarah yang mereka gali adalah Iram, kota kaum 'Ad yang disebut dalam Alquran. sya/dia/berbagai sumber


Peradaban Modern Kaum 'Ad

Salah satu jejak ditemukannya keberadaan peninggalan kaum 'Ad adalah pilar-pilar bangunan yang tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu, umat manusia, khususnya kaum 'Ad, sudah berperadaban sangat maju. Ini dibuktikan dengan pendirian bangunan yang menggunakan pilar sangat tinggi.

Banyak perdebatan mengenai ciri-ciri dari kaum 'Ad yang membangun kota Iram (Ubar) sebagai kemajuan peradaban mereka. Bahkan, tidak ada bukti sejarah ataupun arsip peradaban lama yang menunjukkan hal itu. Namun, Alquran telah mengatakan hal ini pada 14 abad yang silam.

Menurut sebuah sumber, tidak adanya catatan sejarah mengenai peradaban bangsa ini disebabkan kaum yang berdiam di Arabia Selatan (Yaman) ini selalu menjaga jarak dengan masyarakat lain yang hidup di Mesopotamia dan Timur Tengah.

Dalam Alquran, umat Nabi Hud ini dikenal sebagai umat yang sombong. Mereka juga tidak percaya dengan kenabian Hud. Mereka menyombongkan diri sebagai kaum yang kuat, tinggi besar perawakan tubuhnya (QS 41: 15), mendiami bangunan tinggi, istana-istana dan benteng yang dibangun di atas perbukitan (QS 26: 128-129), suka menyiksa dengan kejam (QS 26: 130), mempunyai banyak keturunan, hewan ternak, kebun, dan mata air (QS 26: 133-134).

Kaum 'Ad diperkirakan hidup antara abad ke-20 sebelum masehi (SM). Alquran menyebutkan, kaum ini ada sesudah kaum Luth dan Tsamud. Kaum Luth semasa dengan Ibrahim sekitar abad 17-18 SM. Sedangkan, kaum Tsamud sekitar abad ke-8 SM. Mereka ('Ad) diperkirakan hidup pada tahun 2000 SM. Namun, ada pula yang menyatakan abad ke-23 SM, 13 SM, dan sebelum masa Nabi Musa. sya/berbagai sumber


Orang Hadramaut Diperkirakan Keturunan Kaum 'Ad

Orang Hadramaut (Yaman) diduga merupakan anak cucu dan keturunan dari kaum 'Ad. Dugaan ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan secara mendalam mengenai peradaban yang didirikan kaum 'Ad di Ubar, Yaman Selatan.

Harun Yahya dalam situsnya tentang bangsa-bangsa yang musnah menyebutkan, di Yaman Selatan, terdapat empat kaum yang hidup sebelum saat ini. Keempat kaum itu adalah Hadramaut, Sabaean (Saba), Minaean, dan Qatabaean. Keempat kaum ini, dalam waktu yang singkat, berada dalam satu pemerintahan dan dalam suatu daerah yang saling berdekatan.

Banyak ilmuwan kontemporer mengatakan bahwa kaum 'Ad telah memasuki satu periode transformasi dan kemudian muncul kembali ke dalam panggung sejarah. Dr Mikhail H Rahman, seorang peneliti dari University of Ohio, merasa yakin bahwa kaum 'Ad adalah nenek moyang dari Hadramaut, Saba, dan empat kaum yang pernah hidup di Yaman Selatan.

Seorang penulis Yunani bernama Pliny menghubungkan suku ini sebagai "Adramitai" yang berarti Hadrami. Akhiran dalam bahasa Yunani adalah suffiks-kata benda, kata benda "adram" mungkin merupakan perubahan dari kata "ad-i ram" sebagaimana disebutkan dalam Alquran.

Ptolomeus, seorang ahli geografi YunanI (150-100 SM), menunjukkan bahwa di sebelah selatan Semenanjung Arabia adalah tempat di mana kaum yang disebut "Adramitai" pernah hidup. Daerah yang sampai sekarang dikenal dengan nama Hadramaut. Ibu kota negara Hadrami, Shabwah, terletak di sebelah barat Lembah Hadramaut. Berdasarkan berbagai legenda tua, disebutkan bahwa makam Nabi Hud yang diutus sebagai nabi oleh kaum 'Ad terletak di Hadramaut.

Faktor lain yang cenderung membenarkan pemikiran bahwa Hadramaut adalah penerus dari kaum 'Ad adalah kekayaan mereka. Bangsa Yunani menegaskan bahwa Hadramites (orang Hadramaut) sebagai "suku bangsa yang terkaya di dunia". Catatan sejarah mengatakan bahwa Hadramites sangat maju dalam pertanian wewangian, salah satu yang paling berharga pada waktu itu. Mereka telah membangun daerah-daeah baru yang digunakan untuk menanam dan memperluas penggunaannya. Hasil pertanian dari Hadramites lebih banyak daripada produksi wewangian tersebut di masa kini.

Apa yang telah ditemukan dalam penggalian yang dilakukan di Shabwah yang dahulunya dikenal sebagai ibu kota Hadramite sangatlah menarik. Dalam penggalian yang dimulai pada tahun 1975, sangatlah sulit bagi para ahli arkeologi untuk mencapai sisa-sisa/reruntuhan dari kota tersebut karena terkubur di bawah gurun pasir yang sangat dalam. Temuan yang dihasilkan itu diakhiri penggalian yang sangatlah menakjubkan. Kota tua yang digali adalah salah satu temuan terbesar dan menarik yang ditemukan saat ini. Kota yang dikelilingi oleh tembok dinyatakan lebih luas daripada berbagai situs kuno lainnya di Yaman dan istananya dikenal sebagai bangunan yang sangat menakjubkan. sya/harunyahya.com

Theories About Atlantis

Theories About Atlantis

PLATO

It was for Greek philosopher to bring to the world the story of the lost continent of Atlantis.

His story began to unfold for him around 355 B.C. He wrote about this land called Atlantis in two of his dialogues, Timaeus and Critias, around 370 B.C. Plato said that the continent lay in the Atlantic Ocean near the Straits of Gibraltar until its destruction 10,000 years previous.

The Capitol of Atlantis

Plato described Atlantis as alternating rings of sea and land, with a palace in the center 'bull's eye'.

Plato used a series of dialogues to express his ideas. In this type of writing, the author's thoughts are explored in a series of arguments and debates between various characters in the story.

A character named Kritias tells an account of Atlantis that has been in his family for generations. According the character the story was originally told to his ancestor Solon, by a priest during Solon's visit to Egypt.

According to the dialogues, there had been a powerful empire located to the west of the "Pillars of Hercules" (what we now call the Straight of Gibraltar) on an island in the Atlantic Ocean. The nation there had been established by Poseidon, the God of the Sea. Poseidon fathered five sets of twins on the island. The firstborn, Atlas, had the continent and the surrounding ocean named for him. Poseidon divided the land into ten sections, each to be ruled by a son, or his heirs.

The capital city of Atlantis was a marvel of architecture and engineering. The city was composed of a series of concentric walls and canals. At the very center was a hill, and on top of the hill a temple to Poseidon. Inside was a gold statue of the God of the Sea showing him driving six winged horses.

About 9000 years before the time of Plato, after the people of Atlantis became corrupt and greedy, the Gods decided to destroy them. A violent earthquake shook the land, giant waves rolled over the shores, and the island sank into the sea never to be seen again.

At numerous points in the dialogues Plato's characters refer to the story of Atlantis as "genuine history" and it being within "the realm of fact." Plato also seems to put into the story a lot of detail about Atlantis that would be unnecessary if he had intended to use it only as a literary device.

In "Timaeus," Plato described Atlantis as a prosperous nation out to expand its domain: "Now in this island of Atlantis there was a great and wonderful empire which had rule over the whole island and several others, and over parts of the continent," he wrote, "and, furthermore, the men of Atlantis had subjected the parts of Libya within the columns of Heracles as far as Egypt, and of Europe as far as Tyrrhenia."

Plato goes on to tell how the Atlanteans made a grave mistake by seeking to conquer Greece. They could not withstand the Greeks' military might, and following their defeat, a natural disaster sealed their fate. "Timaeus" continues: "But afterwards there occurred violent earthquakes and floods; and in a single day and night of misfortune all your warlike men in a body sank into the earth, and the island of Atlantis in like manner disappeared in the depths of the sea."Interestingly, Plato tells a more metaphysical version of the Atlantis story in "Critias." There he describes the lost continent as the kingdom of Poseidon, the god of the sea. This Atlantis was a noble, sophisticated society that reigned in peace for centuries, until its people became complacent and greedy. Angered by their fall from grace, Zeus chose to punish them by destroying Atlantis.By Plato's account, Poseidon, god of the sea, sired five pairs of male twins with mortal women. Poseidon appointed the eldest of these sons, Atlas the Titan, ruler of his beautiful island domain. Atlas became the personification of the mountains or pillars that held up the sky. Plato described Atlantis as a vast island-continent west of the Mediterranean, surrounded by the Atlantic Ocean. The Greek word Atlantis means the island of Atlas, just as the word Atlantic means the ocean of Atlas.

Atlas

By Egyptian record, Keftiu was destroyed by the seas in an apocalypse. It seems likely Solon carried legends of Keftiu to Greece, where he passed it to his son and grandson.

Plato recorded and embellished the story from Solon's grandson Critias the Younger. As in many ancient writings, history and myth were indistinguishably intermixed. Plato probably translated "the land of the pillars which held the sky" (Keftiu) into the land of the titan Atlas (who held the sky). Comparison of ancient Egyptian records of Keftiu identifies a number of similarities to Plato's Atlantis. It seems likely that Plato's Atlantis was a retelling (and renaming) of Egypt's Keftiu.

When Plato identified the location of the land he named Atlantis, he placed it to the west-in the Atlantic Ocean. In reality, Egyptian legend placed Keftiu west of Egypt, not necessarily west of the Mediterranean. In describing Atlantis as an island (or continent) in the Atlantic Ocean, we suspect Plato was merely wrong in his interpretation of the Egyptian legend he was retelling.

Yet Plato preserved enough detail about the land of Atlantis that its identification now seems very likely, and rather less mysterious than many new-age advocates would like. It is likely that Atlantis was the land of the Minoan culture, namely ancient Crete and Thera. If this hypothesis is correct, Plato never realized that the land of Atlantis was already familiar to him. Let's have a look at the evidence which suggests that Minoan Crete and surrounding islands bear a striking resemblance to what Plato described as Atlantis.

Archaeological records show that the Minoan culture spread its dominion throughout the nearby islands of the Aegean, very roughly from 3000 years BC to about 1400 years BC. Crete, now part of Greece, was the capital for the Minoan people an advanced civilization with language, commercial shipping, complex architecture, ritual and games.

It seems very likely that related islands (e.g. Santorini/Thera) may have been part of the same culture. The Minoans were peaceful: very little evidence of military activity was found in their ruins. A 4-storied palace at Knossos, Crete, was said to be the capitol of the Minoan culture. Correspondence of Minoan cultural artifacts with aspects of the Atlantis legend make the identity of the two seem virtually certain. Perhaps the most unusual of these is the Minoan bull fighting.

By Egyptian legend, the inhabitants of Keftiu would engage in ritualistic bull fighting, with unarmed Minoan bullfighters wrestling and jumping over uninjured bulls.